Selamat Datang Muhamarram 1446 Hijriyah
Oleh : Muhammad Mabrur, Lc., M Ag (Dosen FDIK UIN Antasari Banjarmasin)
Selamat tahun baru Islam 1446 Hijriyah kalimat yang sering terdengar akan terus
digaungkan beberapa hari saat ini.
Membicarakan Tahun baru akan selalu menarik karena berkaitan dengan segala sesuatu
yang baru, yang menyenangkan. Kedatangan tahun baru hijriah dan memang itu sering
dibandingkan oleh beberapa orang dengan kedatangan tahun baru Masehi, dimana gegap
Gempita riuh rendah akan terjadi di mana-mana menyambut datangnya tahun baru Masehi.
Ada yang bertanya Kenapa peringatan tahun baru masehi begitu ramai disambut sedangkan
tahun baru Islam hanya beberapa gelintir orang yang menyambutnya. Terkhusus di
Indonesia yang di dominasi oleh Penduduk muslim?
Sebelum hijrah, umat Islam tidak memiliki penanggalan tahun yang baku. Mereka
menggunakan penanggalan Arab Jahiliah yang didasarkan pada peredaran bulan. Namun,
penanggalan ini memiliki beberapa kekurangan, salah satunya adalah tidak adanya tahun
kabisat. Pada tahun 17 Hijriah, Khalifah Umar bin Khattab menerima surat dari Gubernur
Abu Musa Al-Asy’ari yang menanyakan tentang penanggalan yang tepat untuk digunakan
dalam administrasi. Dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul-Baari, bahwa
melalui surat tersebut, Abu Musa Al-Asy’ari mengungkapkan kebingungannya perihal surat
umat Islam yang tidak memiliki tahun
Umar bin Khattab kemudian mengundang para sahabat terkemuka untuk berdiskusi dan
bermusyawarah mengenai penentuan patokan penanggalan yang baru. Para sahabat yang
hadir dalam musyawarah tersebut antara lain, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf,
Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Waqqas, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Setelah melalui beberapa usulan dan pertimbangan, Khalifah Umar memilih Muharram
sebagai bulan pertama dalam susunan tahun Hijriah. Pemilihan ini didasarkan pada fakta
hijrah Nabi dimulai setelah beberapa sahabat membaiat Nabi, yang dilaksanakan pada
penghujung Zulhijah. Adapun bulan yang muncul setelah Zulhijah adalah Muharram.
Akhirnya, 1 Muharram diresmikan sebagai awal tahun Hijriah, menandai periode 17 tahun
setelah hijrah Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah.
Ada beberapa argument berkaitan dengan peringatan tahun Baru Hijariah. Dimana bagi
umat Islam “waktu” adalah sebuah perjalanan, dipergantikan siang dan malam, dan segala
sesuatu yang terkait dengan ajaran agama pastilah adalah sesuatu yang sakral , terlebih ke
masuknya bulan Muharram 1 hari . Tahun baru hijriah yang menjadi momentum ritual yang
diajarkan oleh Rasulullah, pada tanggal 10 Hijriyah dalam beberapa riwayat disebutkan
bahwa tanggal 10 Hijriyah itu Nabi Adam diturunkan pada hari itu pula Nabi Nuh
diselamatkan dari badai banjir bandang; Nabi Yunus diselamatkan dari keluar dari mulut
ikan yang besar; Nabi Musa selamat dari kejaran Firaun.
Dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika tiba di
Madinah, Beliau mendapatkan mereka (orang Yahudi) malaksanakan shaum hari ‘Asyura (10
Muharam) dan mereka berkata; “Ini adalah hari raya, yaitu hari ketika Allah menyelamatkan
Musa dan menenggelamkan Fir’aun. Lalu Nabi Musa ‘Alaihissalam mempuasainya sebagai
wujud syukur kepada Allah”. Maka Beliau bersabda: “Akulah yang lebih utama (dekat)
terhadap Musa dibanding mereka”. Maka Beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan
ummat Beliau untuk mempuasainya (HR. Bukhari).Namun yang Muharram maka Rasulullah
bersabda bahwa sesungguhnya kita umat Islam lebih berhak untuk memperingati 10
Muharram dan dalam hadits riwayat yang lain disebutkan bahwa barangsiapa berpuasa di
pada tanggal 10 Muharram maka Allah akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.
Namun demikian ada sesuatu yang terbersit dalam cerita tahun baru Hijriyah yaitu luka yang
diderita oleh saudara muslimin masyarakat Palestina
Sebuah renungan bangkitnya sebuah peradaban. Nun jauh sebelum kita ada pada tahun
1550 m ketika kaum muslimin harus meninggalkan ibukota Cordova yang meninggalkan
Istana Al Hamra dengan masjid yang megah menjadi titik balik kemunduran peradaban
umat Islam.
Bukan berarti bahwa umat Islam akan menjajah kembali negara-negara yang dahulunya
menjadi kekuasaan umat Islam akan tetapi lebih kepada Bagaimana umat Islam bisa menjadi
umat yang berdaya umat yang dihargai umat yang diperhitungkan di tengah lajunya arus
peradaban di tengah perkembangan teknologi di tengah modernisasi di berbagai kehidupan.
Jangan sampai umat ini hanya menjadi penonton pertandingan saja
Tsumma awhaynaa ilayka ani ittabi’ millata ibraahiima haniifan wamaa kaana mina
almusyrikiina (QS An Nahl 123).
Umat Islam hanya menjadi seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah bahwa akan datang
suatu masa di mana umat Islam menjadi seperti hidangan yang dikerumuni oleh serigala-
serigala lapar yang memperebutkan dagin, dimana makanan yang mereka seumpama
adalah kaum muslimin ; serta-merta sahabat pun mendengar penjelasan itu bertanya ;
wahai Rasulullah Apakah kondisi itu karena kaum muslimin pada saat itu berjumlah sedikit.
Maka maka Rasulullah Shallallahu bersabda jumlah mereka tidaklah sedikit bahkan banyak
namun kondisi mereka ibarat seperti buih yang berada di atas air.
Pada hadist lain; Tsauban r.a. Maula (mantan hamba sahaya) Rasulullah Saw, dari Rasulullah
Saw. Hadits itu berbunyi sebagai berikut:
Yang artinya:”Dari Tsauban ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Suatu masa nanti, bangsa-
bangsa akan memperebutkan kalian seperti orang-orang yang sedang makan yang
memperebutkan makanan di atas nampan”. Kemudian ada sahabat yang bertanya: “Apakah
saat itu kita (kaum Muslimin) berjumlah sedikit [sehingga bisa mengalami kondisi seperti
itu]?”. Rasulullah Saw menjawab: “Sebaliknya, jumlah kalian saat itu banyak, namun kalian
hanyalah bak buih di atas air bah [yang dengan mudah dihanyutkan ke sana ke mari]. Dan
Allah SWT akan mencabut rasa takut dari dalam diri musuh-musuh kalian terhadap kalian,
sementara Dia meletakkan penyakit wahn dalam hati kalian.” Ada sahabat yang bertanya
lagi: “Wahai Rasulullah Saw, apakah wahn itu?” beliau menjawab: “Cinta dunia dan takut
mati.”
Pertanyaan saat ini, Apakah memang kita saat ini arti puisi yang disebutkan oleh Rasulullah
seperti dahan tak berdaya yang ditiup angin pun, seperti ikan terbang karena tidak berdaya
dan tidak memiliki kualitas Pilihlah sebuah renungan untuk kita semua kaum Muslimin.
Apakah kita sudah lebih berdaya di tahun baru ini
selamat tahun baru Hijriyah selamat melakukan introspeksi selamat menjalani hidup di
tahun baru dengan semangat baru dengan cita-cita baru dengan capaian baru
Sumber : https://drive.google.com/file/d/1-vhjEOdAAho3XUatTdASWqcQpXC0QKV0/view
