Meneladani Sifat Rasulullah Dalam Meningkatkan Kualitas Kerja
Oleh : Dr. Hj. Halimatus Sakdiyah, M.Si

Bekerja merupakan bentuk aktivitas usaha sesorang untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kehidupan. Bekerja dalam konsep Islam dipandang sebagai ibadah karena bekerja merupakan bentuk amal saleh. Bekerja merupakan fondasi dasar untuk mendekatkan diri kepada Allah. Untuk itu, al-Quran senantiasa mengiringi lafal ‘amal dengan lafal iman. Bekerja tidak hanya meliputi aktivitas fisik, melainkan juga aktivitas batin, dalam hal ini kerja otak dan kerja hati. Sehingga Islam sangat menganjurkan manusia untuk berusaha bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya.
Islam telah mengatur cara bekerja yang baik dengan menekankan pada aspek niat yang ikhlas karena Allah, menjaga profesionalisme, dan bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yaitu menjalankan pekerjaan dengan penuh integritas, kejujuran, dan tanggung jawab. Di samping itu berusaha menghindari praktik-praktik yang dilarang dalam Islam seperti pekerjaan yang mengandung unsur riba, perjudian dan kecurangan. Prinsip-prinsip tersebut tentunya berlaku untuk semua pekerjaan, baik bisnis, perkantoran, atau pekerjaan lainnya.
Setiap orang yang bekerja menginginkan kesuksesan dalam pekerjaannya. Kesungguhan seseorang dalam melakukan aktivitas kerja akan menentukan keberhasilaan kerjanya. Allah Swt berfirman dalam Surah al Insyirah [94] ayat 7 yang berbunyi:
فَإِذَا فَرَغْتَ فَٱنصَبْ
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” Di sini jelas bahwa Allah menyuruh kita untuk bekerja dengan aktif bukan pasif agar pekerjaan menjadi berkualitas.
Nabi Muhammad SAW merupakan teladan dalam hal berkarier dan bekerja. Sejak usia belia, beliau telah menunjukkan etos kerja. Allah Swt berfirman dalam Al-quran surah At-Taubah (9) ayat 105 bahwa:
وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.” Meneladari sifat-sifat Rasulullah seperti siddiq, tabligh, amanah dan fathanah dapat menjaga dan meningkatkan kualitas kerja. Implementasi sifat kenabian atau profetik dalam bekerja dapat dimulai dari hal yang sederhana.
Pertama, sifat Siddiq. Siddiq artinya jujur dan berkata benar. Sifat ini dapat diterapkan dalam dunia kerja dengan cara berusaha jujur dalam perkataan dan tindakan, tidak melakukan kecurangan ataupun menyebarkan fitnah dan kebohongan. Dalam dunia akademik, ini berarti menghindari plagiarisme, falsifikasi, fabrikasi, dan lain-lain. Di media sosial, berarti menulis kebenaran, tidak membuat konten hoaks dan provokatif. Dengan demikian, siddiq bukan sekadar nilai ideal tetapi menjadi pedoman praktis untuk membangun kinerja yang sehat dan berintegritas. Nabi Muhammad SAW telah membuktikan sifat ini melalui gelar Al-Amin yang melekat padanya sejak sebelum kenabian, di mana masyarakat Mekkah mempercayakan berbagai persoalan kepada Rasullullah. Dampak penerapan sifat siddiq dalam pekerjaan adalah terbangunnya kepercayaan dalam lingkungan kerja. Ketika seorang pekerja dapat menerapkan kekonsistenan antara ucapan dan tindakan, maka kredibilitasnya akan meningkat. Sebaliknya, ketidakjujuran akan merusak hubungan sosial dan menimbulkan konflik dalam lingkungan kerja.
Kedua, Sifat Amanah. Amanah berarti dapat dipercaya. Bekerja dengan amanah menekankan konsep tanggung jawab moral atas setiap pekerjaan yang dilakukan. Nabi Muhammad SAW mencontohkan sifat ini ketika dipercaya oleh Siti Khadijah untuk mengelola perdagangannya dengan penuh tanggung jawab sebelum masa kenabian. Dalam konteks kekinian, implementasi amanah dapat dilakukan melalui berbagai cara, tergantung pada profesi masing-masing pekerja. Amanah pada profesi jurnalisme ditunjukkan wartawan melaporkan fakta secara objektif. Pada profesi guru, sifat amanah dilakukan dengan bertanggung jawab menyampaikan ilmu yang benar. Pada orang tua yang amanah bertanggung jawab menjaga dan memelihara anggota keluarganya sesuai kewajibannya, dan netizen yang amanah tidak akan menyebarkan konten tanpa izin pemiliknya. Dalam skala yang lebih luas, pemerintah yang amanah maka bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian, amanah menjadi pondasi untuk menciptakan ekosistem kerja yang bertanggung jawab dan beretika.
Ketiga, Sifat Tabligh. Tabligh artinya menyampaikan. Sifat tabligh sebagai sifat profetik yang menekankan pada penyampaian pesan yang utuh, jelas, dan tidak setengah-setengah. Para nabi dan rasul telah memberikan contoh bagaimana menyampaikan wahyu Allah tanpa mengurangi atau menambahi meskipun menghadapi risiko penolakan. Dalam konteks pekerjaan, tabligh mengajarkan pentingnya transparansi informasi. Sebagai contoh, dalam dunia pendidikan di mana guru harus menyampaikan materi secara komprehensif, bukan hanya bagian-bagian yang mudah atau populer saja, ilmuwan mempublikasikan hasil penelitian secara utuh termasuk keterbatasannya, dan dai menyampaikan ajaran agama secara komprehensif bukan sepotong-sepotong. Tabligh juga mencakup aspek kejelasan bahasa. Nabi Muhammad dikenal sebagai komunikator ulung yang mampu menyampaikan pesan dengan bahasa yang mudah dipahami berbagai kalangan. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, beliau bersabda: “Kami adalah para nabi yang diperintahkan untuk berbicara kepada manusia sesuai dengan tingkat pemahaman mereka.” Implementasi dari sifat tabligh dalam dunia kerja juga berusaha menyampaikan ide, kritik, dan saran secara bijak dan konstruktif, berkomunikasi secara efektif dan transparan, serta tidak menyembunyikan informasi penting yang berdampak pada tim kerja. Dengan demikian, sifat tabligh dapat menjadi benteng melawan disinformasi dan mencegah konflik dalam dunia kerja.
Keempat, Sifat Fathanah. Fathanah artinya pandai atau cerdas. Fathanah sebagai sifat profetik yang menekankan pada kecerdasan dalam melaksanakan pekerjaan. Nabi Muhammad SAW menunjukkan sifat ini melalui kemampuan beliau berdakwah dengan pendekatan yang berbeda-beda: lembut kepada kaum lemah, tegas kepada penentang, dan argumentatif kepada intelektual. QS. An-Nahl: 125 mengajarkan metode yang cerdas dalam berdakwah: bil-hikmah (kebijaksanaan), al-mau’izhah al-hasanah (nasihat baik), dan jadilhum billati hiya ahsan (debat dengan cara terbaik). Dalam konteks dunia kerja saat ini, sifat fathanah tercermin dalam kemampuan membaca situasi sebelum berkomunikasi. Seorang pekerja yang fathanah akan mengasah kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah, selalu belajar untuk meningkatkan kompetensi diri, berusaha menyaring dan menyajikan informasi dengan cara yang mudah dicerna. Implementasi sifat fathanah dapat dilihat dalam berbagai aspek, seperti pendidik menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan gaya belajar murid, pemimpin memilih kata-kata yang menenangkan dalam krisis, dan netizen berpikir sebelum membagikan konten. Dengan fathanah, pekerjaan tidak hanya berjalan efektif tetapi juga membawa kesuksesan dan keberkahan bagi pekerja.
Dengan meneladani sifat-sifat Rasulullah dalam bekerja akan meningkatkan kinerja individu, dan mendekatkan seorang kepada Allah. Karena bekerja mengikuti jalan Rasulullah akan mengantar seseorang pada upaya mencari rezeki yang halal dan baik dengan tidak melanggar perintah Allah, dan pada gilirannya dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih positif, produktif, dan harmonis. Akhirnya dengan meneladani sifat Rasulullah akan mengantarkan seseorang pada keselamatan dan kesuksesan dunia dan akhirat.